Jumat, 01 Januari 2010

TEMBANG DOLANAN

TEMBANG DOLANAN

Tembang dolanan iku jinis tembang sing prasaja, biasa ditembangaké déning bocah-bocah cilik, utamané ing padésan, sinambi dolanan bebarengan karo kanca-kancané. Lumantar lagu dolanan, bocah-bocah dikenalaké bab sato kéwan, sato iwèn, thethukulan, tetanduran, bebrayan, lingkungan alam, lan sapanunggalané. [1]

Kadhangkala tembang dolanan uga ditembangaké déning waranggana jroning swasana tinamtu ing pagelaran wayang kulit.

Iki kaca kanggo ngumpulake syair tembang dolanan utawa tembang sing kerep diunekke bocah-bocah.

Cublak-cublak suweng iku sawijining tembang dolanan, sing biasa ditembangaké déning bocah-bocah cilik sinambi dolanan bebarengan kanca-kancané.

Cublak cublak suweng
Suwenge ting gelèntèr
Mambu ketundhung gudèl
Pak empong lera-léré
Sapa ngguyu ndelikkaké
Sir sir pong dhelé gosong
Sir sir pong dhelé

Gajah-gajah kuwi salah sawijining tembang dolanan sing kerep ditembangaké déning bocah-bocah cilik nalika utawa sinambi dolanan. Surasa tembang Gajah gajah kaya tinulis ing ngisor iki:

Gajah, gajah, mréné tak kandhani jah
mripat koyo laron, siung loro, kuping gedhé
kathik nganggo tlalé
buntut cilik, tansah kopat kapit
sikil koyo bumbung
mung mlakumu mégal mègol

Gundhul Pacul amujudaké tembang bocah-bocah kang populèr ing Jawa Tengah. Tembang iki kalebu tembang lelucon. Surasané tembang kasebut, koyo kang tinulis ing ngisor iki:

Gundhul gundhul pacul cul, gembèlengan
nyunggi nyunggi wakul kul, gembèlengan
wakul ngglimpang, segané dadi sak ratan
wakul ngglimpang, segané dadi sak ratan

Lirik tembang Gambang Suling:

Gambang suling, ngumandhang swarané
thulat thulit, kepénak uniné
uuuuniné mung
nreyuhaké ba-
reng lan kentrung ke-
tipung suling, sigrak kendhangané

Tèks tembang Menthog Menthog:

Menthok, menthok, tak kandhani
mung rupamu, angisin-isini
mbok yo ojo ngetok, ono kandhang waé
enak-enak ngorok, ora nyambut gawé
menthok, menthok ... mung lakukumu megal megol gawé guyu

PARIKAN BAHASA JAWA

PARIKAN BAHASA JAWA

Parikan iku unen-unen kang dumadi seka rong (2) ukara. Ukara sepisanan kanggo narik kawigaten, kang kapindho minangka isi. Parikan iki kaya pantun nanging mung rong larik. Parikan migunaake purwakanthi swara. Purwakanthi parikan bisa digawe mawa petungan kang adhedhasar petungan wanda (suku kata).

4 wanda - 4 wanda

wajik klethik, gula jawa
luwih becik wong prasaja

jemek-jemek gulo jowo ojo ngenyek podho konco

4 wanda - 8 wanda

tawon madu, ngisep sari kembang jambu
aja nesu yen ditudhuake luputmu

8 wanda - 8 wanda

kayu urip ora ngepang, ijo-ijo godhong jati
uwong urip ora gampang, mula padha ngati-ati

GAMBAR WAYANG

GAMBAR PANDAWA

TEMBANG MACAPAT

TEMBANG MACAPAT

Macapat adalah lagu/tembang tradisional klasik Jawa. Macapat juga bisa ditemukan dalam kebudayaan Bali, Madura, dan Sunda. Apabila diperhatikan dari asal-usul bahasanya(kerata basa), macapat berarti maca papat-papat(membaca empat-empat).Cara membaca terjalin tiap empat suku kata. Macapat diperkirakan muncul pada akhir Majapahit dan dimulainya pengaruh Walisanga di Jawa. Tetapi perkiraan tersebut masih belum pasti, karena tidak ada bukti tertulis yang bisa memastikan. Macapat banyak digunakan di dalam beberapa Sastra Jawa Tengahan lan Sastra Jawa Baru. Kalau dibandingkan dengan Kakawin, aturan-aturan dalam macapat lebih mudah. Kitab-kitab zaman Mataram Baru, seperti Serat Wedhatama, Serat Wulangreh, Serat Wirid Hidayat Jati, Serat Kalatidha, dan yang lainnya disusun dengan lagu ini. Aturan-aturan tersebut ada pada:

  • Guru gatra : jumlah gatra/baris tiap bait.
  • Guru wilangan : jumlah suku kata/wanda tiap gatra/baris.
  • Guru lagu : jatuhan suara suku kata tiap gatra/baris.

Urutan tembang macapat tersebut seperti tersebut di bawah ini:

Menggambarkan bayi masih dalam kandungan ibunya, yang belum diketahui jenis kelaminnya, kumambang berarti mengambang dalam kandungan ibu.

Berarti sudah dilahirkan dan jelas laki-laki atau perempuan.

Berarti masa muda, yang paling penting untuk pemuda adalah mencari ilmu sebanyak-banyaknya.

Dari kata kanthi atau tuntun yang berarti dituntun supaya bisa menjalani kehidupan di dunia.

Berarti cinta, cinta laki-laki kepada perempuan atau sebaliknya yang merupakan takdir Ilahi.

Dari kata jumbuh / bersatu yang berarti apabila sudah bersatu dalam cinta, perempuan dan laki-laki tersebut bisa menjalani hidup bersama.

Menggambarkan kehidupan manusia dalam kebahagiaan ketika berhasil meraih cita-cita.Menemukan jodoh, melahirkan anak, kehidupan yang sejahtera, dsb.

Dari kata darma / sedekah. manusia jika sudah merasa hidup cukup, dalam dirinya tumbuh rasa kasih sayang kepada sesamanya yang sedang kesusahan, sehingga akan tumbuh keinginan untuk berbagi.Hal tersebut didukung juga dari moralitas agama dan watak sosial manusia.

dari kata mungkur yang berarti menyingkirkan hawa nafsu angkara murka.Yang menjadi prioritas hidup adalah keinginan unutk berbagi dan peduli dengan sesama.

Dari kata megat roh/pegat rohe atau terpisahnya nyawa, ketika takdir kematian datang.

Ketika tinggal jasad tersisa, dibungkus dengan kain mori putih atau dipocong sebelum dikuburkan.

Senin, 28 Desember 2009

BAHASA JAWA

BAHASA JAWA

TOKOH PANDAWA DALAM KESENIAN WAYANG

oleh
Sutini, BA

Dalam Nawasari Warta Edisi II telah disebutkan bahwa salah satu jenis wayang adalah wayang Purwa. Di Museum Mpu Tantular Wayang Purwa dipamerkan di Ruang VII yaitu Ruang Koleksi Kesenian.

Untuk mengenal lebih dekat dengan wayang Purwa, maka kita harus mencoba untuk mengenal para pelaku dari wayang tersebut. Biasanya wayang Purwa ceriteranya berkisar antara ceritera Mahabarata atau Ramayana. Dalam ceritera Mahabarata ada pihak PANDAWA dan pihak KURAWA. Untuk kali ini hanya membahas tentang TOKOH PANDAWA.

Asal Usul

Prabu Pandu Dewanata mempunyai dua orang isteri yaitu Dewi Kuntitalibrata dengan Dewi Madrim. Prabu Pandu adalah putra Raden Abiyasa raja dari Astina, sedangkan Dewi Kuntitalibrata adalah putri dari Prabu Kuntibojo raja Mandura, dan Dewi Madrim adalah putri dari Prabu Mandrapati raja Mandraka.

Dari perkawinan Pandu dengan Kunti menghasilkan 3 putra yaitu: Puntadewa, Bratasena dan Arjuna, sedangkan dari perkawinannya dengan Madrim menghasilkan 2 putra, yaitu: Nakula dan Sadewa, yang dilahirkan kembar. Tetapi kedua anak kembar ini mulai kecil diasuh oleh ibu Kunti karena ditinggal mati ayah dan ibunya (Madrim).

.

Kelima anak Prabu Pandu itulah yang disebut dengan PANDAWA

1. PUNTADEWA.
adalah raja negara Amarta atau Indrapasta. Setelah perang Baratayuda Puntadewa menjadi raja Astina yang bergelar Prabu Kalimataya. Nama lain yang dipakai adalah: Darmawangsa, Darmakusuma, Kantakapura, Gunatalikrama, Yudistira, Sami Aji (sebutan dari Prabu Kresna). Sifatnya: jujur, sabar, hatinya suci, berbudi luhur, suka menolong sesama, mencintai orang tua serta melindungi saudara-saudaranya.
Pusakanya bernama: Jamus Kalimasada, yang mempunyai kekuatan sebagai perlindungan dan petunjuk pada kebenaran serta kesejahteraan. Mempunyai dua isteri yaitu: Dewi Drupadi dan Dwi Kuntulwilaten.

2. BRATASENA.
Setelah dewasa bernama Werkudara. adalah ksatria Jodipati dan Tunggulpamenang. Pernah menjadi raja di Gilingwesi, dengan gelar Prabu Tuguwasesa. Nama lain yang dipakai adalah: Bima, Bayusutu, Dandun Wacana, Kusuma Waligita. Sifatnya: jujur, tidak sombong, jiwanya suci, sangat patuh kepada guru-gurunya (terutama dengan Dewa Ruci), mencintai ibunya serta menjaga saudara-saudaranya. Bila berperang semboyannya adalah menang, bila kalah berarti mati. Bratasena adalah merupakan suri tauladan kehidupan dengan sifat yang jujur dan jiwanya suci.
Pusakanya adalah: Kuku Pancanaka di tangan kanan dan kiri sangat ampuh, sangat kuat dan tajam. Selain kuku pancanaka Werkudara juga mempunyai kekuatan angin (lima kekuatan angin), serta dapat membongkar gunung. Mempunyai dua permaisuri yaitu: Arimbi dan Nagagini. Dengan Arimbi mendapatkan putra bernama Gatotkaca, yang dapat terbang tanpa sayap. Dari perkawinannya dengan Nagagini memperoleh putra bernama Antasena yang dapat masuk ke dalam bumi dan menguasai samodra. Bratasena pada waktu lahir dalam keadaan bungkus. Yang menyobek bungkus tersebut adalah Gajah Situ Seno. Pada waktu itu Gajah Situ Seno masuk ke dalam tubuh Bratasena, sehingga mempunyai kekuatan luar biasa dan bisa menyobek bungkus tersebut.

3. ARJUNA.
adalah ksatria Madukara, juga menjadi raja di Tinjomoya. Nama lain yang dipakai sangat banyak, antara lain: Janaka, Parta, Panduputra, Kumbawali, Margana, Kuntadi, Indratanaya, Prabu Kariti, Palgunadi, Dananjaya. Sifatnya: Suka menolong sesama, gemar bertapa, cerdik dan pandai, ahli dibidang kebudayaan dan kesenian.
Arjuna adalah ksatria yang sakti mandraguna, kekasih para Dewa, ia adalah titisan Dewa Wisnu. Istri Arjuna banyak sekali, ia dijuluki lelananging jagad, parasnya sangat tampan dan tidak ada tandingannya. Permaisurinya di arcapada adalah Wara Sumbadra dan Wara Srikandi. Selain itu masih banyak lagi istri-istrinya antara lain: Rarasati, Sulastri, Gandawati, Ulupi, Maeswara, dsbnya.
Permaisuri di kahyangan antara lain Dewi Supraba, Dewi Dersanala pada bidadari di Tinjomaya. Arjuna berjiwa ksatria, berjiwa luhur, suka menolong, serta kesayangan para Dewa. Tetapi ada kelemahan yang tidak boleh diteladani dan ditrapkan pada jaman sekarang yaitu beristri banyak.

4. NAKULA.
adalah anak ke empat Prabu Pandu Dewanata dengan Dewi Madrim yang lahir kembar dengan Sadewa. Ayah dan ibunya (Madrim) meninggal pada waktu si kembar masih kecil, oleh karena itu sejak kecil mereka diasuh oleh ibu Kunti dengan tidak membedakan antara satu dengan lainnya.
Setelah perang Bratajuda Nakula dan Sadewa menjadi raja di Mandraka dengan Sadewa. Nama lain adalah Raden Pinten. Nakula adalah ahli dalam bidang Pertanian. Pada waktu perang Baratayuda, Nakula dan Sadewa yang bisa meluluhkan hati Prabu Salya (dari pi- hak Kurawa). Sebab Prabu Salya adalah saudara Dewi Madrim, selain itu sebenarnya dalam hatinya memihak pada kebenaran yaitu Pandawa. Akhirnya Prabu Salya memberitahukan kepada Nakula dan Sadewa bahwa yang bisa mengalahkannya hanyalah Puntadewa, karena Puntadewa berdarah putih.

5. SADEWA.
adalah anak kelima Prabu Pandu dengan Madrim, dilahirkan kembar dengan Nakula. Setelah perang Baratayuda Sadewa menjadi raja dengan Nakula di Mandraka. Nama kecil Sadewa adalah raden Tangsen. Sadewa adalah ahli dalam bidang peternakan.
Ia kawin dengan Endang Sadarmi, anak Bagawan Tembangpetra dari Pertapaan Parangalas, dan mempunyai putra bernama Sabekti.